Selasa, 19 Januari 2010

Salaf (Ibn Hanbal dan Ibn Taimiyah)



BAB I PENDAHULUAN
Ada banyak sekali ulama-ulama salaf yang tersebar di seluruh dunia, dan pada makalah ini akan dibahas dua ulama yaitu Imam Ahmad Bin Hanbali dan Ibnu Taimiyah. Disamping biografi dan riwayat hidup dari dua ulama di atas juga akan dibahas tentang pemikirannya, seperti Imam Ahmad Bin Hanbali yaitu tentang ayat-ayat mutasyabihat dan kemakhlukan al-qur’an sedangkan Ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat allah dan lainnya.
Namun sebelum pembahasan tentang ulama-ulama salaf beserta pemikirannya didalam makalah ini akan dibahas tentang pengertian salaf itu sendiri.

BAB II ISI
Salaf (Ibn Hanbal dan Ibn Taimiyah)
1. Pengertian Salaf
Ada berbagai pengertian yang telah dikemukakan oleh para pakar mengenai pengertian salaf, antara lain adalah menurut Thabawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu, maksud dari ulama terdahulu yaitu merujuk pada para sahabat terdahulu, para tabi’ tabi’in dan para pemuka abad ke-3 H serta para pengikutnya pada abad ke-4 H yang terdiri atas para muhadditsin dan lainnya. Kemudian Thabawi Mahmud Sa’ad juga menyatakan bahwa salaf adalah ulama-ulama yang hidup pada abad pertama hingga 3 H.
Sedangkan menurut asysarastani, ulama salaf adalah ulama yang tidak menggunkan ta’wil dalam menafsirkan ayt-ayat yang mutasyabbihat. Kemudian menurut Mahmud Al-Bisybisyi dalam karangannya Al-Firaq Al-Islamiyah menyatakan bahwa salaf adalah para Sahabat’ Tabi’ Tabi’in.

2. Ulama-ulama salaf dan beberapa pemikirannya
A. Imam Ahmad Bin Hanbali
1. Riwayat Singkat Hidup Ibn Hanbal
Imam Hanbal nama lengkapnya ialah Al-imam Abu abdillah Ahmad ibn Hanbal Hilal Addahili As-Syaibani Al-Maruzi, beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H dan meninggal pada tahun 241 H.
Ayahandanya bernama Muhammad as-Syaibani, sedangkan ibu beliau bernama Syarifah binti Maimunah binti Abdul Malik bin Sahawah biti Hindun as-Syaibani (wanita dari bangsa Syaibaniyah juga ) dari golongan terkemuka kaum bani Amir.
Ayahnya meninggal ketika Ibn Hanbal masih remaja, Namun ia telah memberikan pendidikan Al-Qur’an pada Ibnu Hanbal pada usia 16 tahun ia belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya kepada ulama’-ulama’ Baghdad. Lalu mengunjungi ulama’-ulama’ terkenal di khuffah, Basrah, Syam, Yaman, Mekkah, Madinah.diantara guru-gurunya adalah : Hammad bin Khallid, Ismail bin Aliyyah, Walid bin Muslim, Muktamar bin Sulaiman, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Musa bin Thariq,dll. Dari guru-gurunya Ibn Hanbal mempelajari ilmu fiqh, kalam, ushul, dan bahasa Arab.
Ibn Hanbal dikenal sebagai seorang zahid. Hampir setiap hari Ia berpuasa dan hanya tidur sebentar dimalam hari. Ia juga dikenal Sebagai seorang dermawan.

2. Pemikiran Teori Ibn Hanbal
a. Tentang ayat-ayat Mutasyabihat
Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an , Ibn Hanbal lebih suka menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat tuhan dan ayat-ayat Mustasyabihat. Hal itu terbukti ketika ditanya tentang penafsiran “(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas Arsy.”(Q.s. Thaha : 50.) Dalam hal ini Ibn Hanbal menjawab “Bersemayam diatas arasy terserah pada Allah dan bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorangpun yang sanggup menyikapinya.”
Dan ketika ditanya tentang makna hadist nuzul (Tuhan turun kelangit dunia), ru’yah (orang-orang beriman melihat Tuhan diakhirat), dan hadist tentang telapak kaki Tuhan, Ibn Hanbal menjawab : “Kita mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari penjelasan cara dan maknanya.”
Dari pernyataan diatas, tampak bahwa Ibn hanbal bersikap menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya, Ia sama sekali tidak mena’wilkan pengertian lahirnya.
b. Tentang Status Al-Qur’an
Ibn Hanbal tidak sependapat dengan faham Mu’tazilah, yakni Al-Qur’an tidak bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Faham adanya qadim disamping Tuhan, berarti menduakan Tuhan, Sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah.
Berdasarkan dialognya Ibn Hanbal dengan Ishaq bin Ibrahim, gubernur Irak, Ibn Hanbal tidak mau membahas lebih lanjut tentang status Al-Qur’an. Ia hanya mengatakan bahwa al-Qur’an tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah kepada Allah dan rasul-Nya.

B. Ibnu Taimiyah
1. Riwayat Singkat Ibn Taimiyah
Ibnu Taimiyah lahir di Harran,Turki, pada awal 661 H/1263 M, meninggal di Damascus 728 H/1328 M. Ibn Taimiyah seorang ulama’ ahli tafsir, hadist dan fikh. Nama lengkapnya, taqiuddin Abi Abbas Ahmad bin Abd. Salam bin Taimiyah.
Ibnu taimiyah berasal dari keluarga besar Taimiyah yang amat terpelajar dan dihormati oleh masyarakat luas pada zamannya. Ayahnya, Syahabuddin Abd. Halim bin Abd. Salam adalah seorang ulama’ besar yang mempunyai kedudukan tinggidi masjid jami’ Damascus.
Menurut H.A.R Gibb seorang yang banyak membahas ilmu islam, ketika Harran diserang pasukan Mongol , keluarga besar Taimiyah hijrah ke Damascus dan menetap disana. Umur Ibnu Taimiyah saat itu baru 6 tahun.
Karangan-karangannya mencapai 300 buah diantaranya adalah : “Muwafaqatu Sharihul Ma’qul li Shahihil Manqul”, “Al-Jawabus Sahih Liman Baddala Dinal Masih”, Ar-Rasail wal Masail”

2. Pemikiran Ibnu Taimiyah
Pikiran-pikiran Ibnu Taimiyah adalah sebagai berikut :
1. Sangat berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist
2. Tidak memberikan ruang gerak yang bebas kepada akal
3. Berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung semua ilmu agama
4. Di dalam islam yang diteladani hanya 3 generasi saja (sahabat, tabi’in, dan tabi’in-tabi’in)
5. Allah memili sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.

Berikut ini adalah pandangan ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah :
1. Percaya Sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang Ia sendiri atau Rasul-Nya menyifati
2. Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan, seperti ¬al-awwal, al-akhir, azhahir, al-bathin, al-alim, al-qadir, al-hayy, as-sami.
3. Menerima sepenuhnya nama-nama Allah tersebut dengan tidak mengubah makna yang tidak dikehendaki lafadz, tidak menghilangkan pengertian lafazd, tidak mengingkarinya, tidak menggambarkan bentu-bentuk Tuhan, dan tidak menyerupai sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluknya.

BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
Imam hanbali adalah salah seorang tokoh ulama salaf yang mempunyai ciri khas dalam pemikirannya yaitu lebih menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, kemudian beliau menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian ulama salaf lainnya adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa Tartas yang berani. Ibnu Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat- ayat mutasyabihat. Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan , tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.
2. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh Karena itu penulis senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan