Minggu, 02 Agustus 2009

Tokoh-Tokoh Ilmu Kalam

1. ALIRAN SYI’AH

- Ali bin abi thalib

- Aisyah

- Hasan

- Husein

2. ALIRAN KHAWARIJ

- Abdullah Bin Wahab Arrasidi

Pecahan Khawarij

a. Muhakkimah

- Abdullah Bin Ka’wa

b. Azzariqah

- Nafi’ Ibn Azraq

c. Najdat

- Najdah Ibn Amir Al-Hanafi

d. Ajjaridah

- Abdul Al-Karim Ibnu Al-Ajrad

e. Sufriyah

- Ziad Ibn Al-Asfar

f. Ibadiyah

- Abdullah Bin Ibad

3. ALIRAN MURJI’AH

a. Golongan Ekstrim

- Al-Jahmiyah (Jahm Bin Shafwan)

- Abu Hasan As-Shalih

- Muqatil Ibn Sulaiman

b. Golongan Moderat

- Alhasan Ibn Muhammad

- Ibn Ali Bin Abi Thalib

- Abu Hanifah

- Abu Yusuf

4. ALIRAN MU’TAZILAH

- Washil Bin Atha’

- Abu Hussein Al-Allaf

- Al-Jubba’i

- Al-Zamasyari

5. ALIRAN ASY’ARIYAH

- Abu Hasan Al-Asy’ary

- Abu Mansyur Muhammad Bin Muhammad Al-Maturidi

6. ALIRAN MATURIDIYAH

a. Maturidiyah Bukhara

Al-Maturidi

b. Maturidiyah Samarkhand

Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi

7. ALIRAN QADARIYAH

- Ma’bad Al-Jauhani

- Ghailan Al-Damasyqi

8. ALIRAN JABARIYAH

- Ja’ad Bin Dirham

- Jahm Bin Shafwan

9. ALIRAN SALAFIYAH

- Ahmad Bin Hanbal

- Ibn Taimiyah

PERBEDAAN TALFIQ DAN ITTIBA’

PERBEDAAN TALFIQ DAN ITTIBA’

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ilmu Ushul Fiqh merupakan metode dalam menggali dan menetapkan hukum, ilmu ini sangat berguna untuk membimbimbing para mujtahid dalam mengistimbatkan hukum syara’ secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya. Melalui ushul fiqh dapat ditemukan jalan keluar dalam menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatannya bertentangan dengan dalil lainnya.

Dalam ushul fiqh juga dibahas masalah taqlid dan ittiba dimana keduanya memiliki arti yang berbeda dan maksudnya pun berbeda, ittiba’ ini didasarkan dalam QS An-nahl 43

B. Batasan masalah

Pembahasan makalah ini hanya terbatas pada persoalan mengenai perbedaan taqlid dan hukum serta dalil-dalil yang ada kaitannya dengan masalah tersebut.

C. Tujuan permasalahan

Ialah untuk memperjelaskan kepada para pembaca apa sebenarnya yang dimaksud dengan taqlid dan ittiba’, sehingga pembaca bisa lebih dapat membedakan antara keduanya

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Taqlid

Taqlid ialah

Mengikuti pendapat seorang mujtahid tanpa mengetahui sumber dan cara pengambilannya”.

B. Syarat-syarat taqlid

Syarat-syarat taqlid terbagi atas dua, yaitu :

a. Syarat pada orang yang bertaqlid

b. Syarat pada soal-soal yang di taqlid

a. Syarat pada orang yang bertaqlid

yang diperbolehkan bertaqlid ialah orang awam (orang biasa) yang tidak mengerti cara mencari hukum syari’at ia boleh mengikuti orang pandai dan mengamalkannya.

Sedangkan orang pandai dan sanggup mencari sendiri hukum-hukum syari’at, maka harus berijtihad sendiri, bila waktunya masih cukup. Tetapi bila waktunya sudah sedikit dan dikhawatirkan akan ketinggalan waktu untuk mengerjakannya (dalam soal-soal ibadah) maka menurut suatu pendapat boleh mengikuti pendapat orang pandai lainnya.

b. Syarat soal yang ditaqlid

Mengenai syarat yang kedua ini, soal yang di taqlid mencakup dua hukum :

1) Hukum akal

Dalam hukum akal tidak boleh bertaqlid kepada orang lain seperti mengetahui zat yang menjadikan alam serta sifat-sifat-NYA dan hokum akal lainnya. Karna jalan-jalan menetapkan hukum tersebut adalah akal.

Allah sangat melarang taqlid dengan soal tersebut dalam firmannya,

#sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% ãNßgs9 (#qãèÎ7®?$# !$tB tAtRr& ª!$# (#qä9$s% ö@t/ ßìÎ6®KtR !$tB $uZøxÿø9r& Ïmøn=tã !$tRuä!$t/#uä 3 öqs9urr& šc%x. öNèdät!$t/#uä Ÿw šcqè=É)÷ètƒ $\«øx© Ÿwur tbrßtGôgtƒ ÇÊÐÉÈ

Artinya :

“apabila dikatakan kepada mereka, ikutilah perintah yang dikatakan tuhan . Maka mereka menjawab : ‘tetapi kami mengikuti apa-apa yang kami peroleh dari orang tua kami’, meskipun orang tua mereka tidak memikirjan sesuatu dan tidak pula mendapat petunjuk”.

2) Hukum Syara’

Hukum Syara’ dapat dibagi menjadi dua ;

a) Yang diketahui dengan pasti dari agama

b) Yang diketahui dengan penyelidikan dan mencari dalil, seperti soal-soal ibadah yang

kecil.

c. Taqlid yang diharamkan terbagi atas dua macam :

1. Taqlid kepada orang lain dengan tidak memperdulikan alqur’an dan hadits

2. Taqlid kepada orang yang tidak diketahui keahliannya untuk di taqlidkan.

d. Hukum taqlid

Sebagaimana diketahui bahwa hukum amaliyah yang menjadi objek pembahasan ilmu fiqh terbagi atas dua macam :

a. hukum amaliyah yang tidak memerlukan penelitian dan ijtihad. Yakni hukum-hukum yang telah ditetapkan dalil-dalil qath’i dan dapat diketahui dengan segera tanpa penelitian yang mendalam sebagai ketentuan syari’at yang sudah positif seperti rukun islam dan keharaman dosa besar.

b. Hukum amaliyah yang masih memerlukan penelitian dan ijtihad. Amaliyah yang demikian ini banyak sekali jumlahnya dan menjadi ajang perselisihan pendapat di kalangan para ulama.

Orang yang berusaha dengan bersusah payah mengadakan penelitian ini adalah para mujtahid yang telah memiliki segala sarana dan kemampuan untuk berijtihad. Seperti para orang awam yang tidak memiliki sarana penelitian untuk mencari dalil untuk mengistimbadkan hukum dari padanya. Maka diharuskan menganbil pendapat para mujtahid, sebab setiap orang yang tidak mengetahui suatu hukum perbuatan dan tidak mampu berijtihad wajib menanyakan kepada seseorang yang ahli, sebagaimana yang diperintahkan oleh allah dalam firman-NYA,

ö4 (#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. Ÿw tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ

Artinya :

“maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak miengetahuinya

Jika tidak dengan cara demikian, kemungkinan seseorang akan kesulitan dalam mengamalkan dan memberikan beban kepada para mukallaf dalam mengistimbadkan suatu hukum, merupakan pemaksaan , oleh karna itu suatu rahmat lantaran tuhan memerintahkan mereka mengikuti para ulama dan tidak mewajibkan mengadakan penelitian dan berijtihad karna ketidak mampuan.

Apabila seorang muqallid bertaqlid suatu masalah kepada seorang mujtahid lalu mengamalkannya, tiba-tiba ia mencabut apa yang ditaqlidkannya untuk beralih taqlid kepada mujtahid lainnya, maka yang demikian itu tidak dibenarkan sebab mencabut taqlid setelah mengamalkan adalah batal menurut pendapat yang disepakati para ulama.

e. Pengertian ittiba’

Ittiba’ adalah

Artinya :

mengikuti pendapat seorang mujtahid dengan mengikuti dasar atau sumber dan cara pengambilannya dan mencela taqlid bagi orang yang memiliki syarat ijtihad”

QS Albaqarah 179

öNä3s9ur Îû ÄÉ$|ÁÉ)ø9$# ×o4quŠym Í<'ré'¯»tƒ É=»t6ø9F{$# öNà6¯=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÐÒÈ

Artinya :

“Dan didalam qishash itu adalah (jaminan kelansungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa”.

Berhubungan dengan perintah ittiba’, para imam mujtahidin berpesan agar tidak mengikuti pendapat mereka tanpa mengadakan penelitian lebih lanjut.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pengertian Taqlid dan Ittiba’ dapt disimpulkan bahwa taqlid ini mengikuti atau mengambil pendapat seorang mujtahid tanpa mengetahu dasar dimana dalam taqlid ada hukum amaliyah yang tidak memerlukan penelitian dan ada pula taqlid yang memerlukan penelitian dan ijtihad, sedangkan mengikuti pendapat mujtahid dengan mengetahui sumber pengambilannya.

DAFTAR PUSTAKA

Hanafie . A . 1993 . Ushul Fiqh . Jakarta : Widjaya Kusuma

Yahya . Mukhtar dan Fathur Rahman . 1993 . Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islami . Bandung : Al ma’arif